Masa Kecil dan Remaja
Sejarah mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw pada masa kecilnya dan remajanya telah memiliki keutamaan di atas orang-orang seusianya. Berdasarkan ucapan dan perilakunya, jelas dia bukan manusia biasa.
Tentang beliau saw Abu Thalib bercerita :
“Di satu malam aku mendengar kata-kata yang luar biasa dari Muhammad saw. Bila kami makan dan minum, kami tidak menyebut Allah. Kemudian aku mendengar dari Muhammad ketika (hendak) makan mengucapkan: Bimillâhi al-`ahad (maksudnya: “Dengan nama Allah Yang Esa”). Sesudah makan ia mengucapkan: Alhamdu lillâhi katsîran (baca: “Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya”). Aku sangat heran dengan perilaku ini. Terkadang, tiba-tiba aku menemuinya dan melihat di atas kepalanya cahaya yang melambung ke langit. Tidak pernah aku mendengar dusta dari Muhammad. Tingkah laku jahiliyah takkan tersentuh olehnya. Tak pernah aku melihat ia tertawa-tawa berlebihan atau bermain dengan anak-anak atau memperhatikan mereka. Ia suka sendiri dan berendah hati.
Ibn Abbas menceritakan :
“Waktu subuh anak-anak Abu Thalib sudah bangun tidur, kedua mata mereka tidak bersih. Tapi kedua mata Muhammad jernih dan terang. Pagi hari, Abu Thalib memberi makan anak-anaknya. Mereka saling berebut makanan. Tetapi Muhammad tidak berebut dengan mereka. Melihat hal demikian, Abu Thalib menyediakan makanan untuknya secara terpisah.
Abul Fida menyampaikan :
“Rasulullah saw dibesarkan Abu Thalib. Allah menjaga beliau dari melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah dan keburukan-keburukannya. Sebab Dia menghendaki karamah beliau, hingga beliau menjadi dewasa dan memiliki keutamaan di atas semua orang dari segi kemuliaan, budi pekerti, etika bergaul, sikap baik terhadap tetangga, kesabaran, amanah dan kejujuran. Tidak pernah beliau bersenda gurau atau berdebat dengan orang lain. Semua sifat terpuji ada pada dirinya, sehingga beliau disebut Muhammad al-Amîn (yang terpercaya).
Anas bin Malik menyampaikan :
“Sebelum bi’tsah, orang-orang memanggil beliau al-`Amîn. Sebab beliau dikenal amanah dan adil.”
Rabi’ bin Hatim mengatakan :
“Di zaman jahiliyah bila ada orang-orang yang berselisih, mereka merujuk kepada Nabi Muhammad saw. Nadhar bin Harits berkata kepada kaum Quraisy: ‘Kalian mengakui Muhammad di masa kecil paling terpuji, paling jujur dan paling terpercaya di antara kalian. Tetapi di masa rambutnya sudah beruban dan dia diutus oleh Allah kepada kalian, kalian mengatakan: ‘Dia penyihir!’ Tidak, demi Allah dia bukan penyihir.’”
Pada usia dua puluh tahun, beliau saw ikut serta dalam Hilfu al-Fudhûl (sumpah pemuda). Sejumlah orang yang beritikad baik mengadakan kesepakatan di rumah Abdullah bin Jad’an dan mengikat janji: Selama mereka hidup, akan membela kaum tertindas yang tanpa perlindungan dan mengembalikan hak-hak mereka dari para penindas. Nabi Muhammad saw menceritakan tentang hal ini:
“Aku hadir dalam perjanjian yang disepakati di rumah Abdullah bin Jad’an, dan aku tidak akan mau menukarnya dengan unta-unta yang berbulu merah (yang paling bagus sekalipun—penerj.). Dan pada masa Islam pun aku (masih komitmen) menyambut seruan mereka itu.”
Dengan bukti-bukti historis di atas disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw, sebelum bi’tsah dikenal oleh masyarakat dengan perilaku yang baik, amanah, jujur, sabar, pro-keadilan, tidak menyakiti dan menjaga kesucian.
Berdasarkan saksi hidup yang baik ini, orang-orang bisa menerima pengakuan beliau sebagai nabi dan mengimaninya.