Benarkah Imam Ali telah mendapat wasiat dan perintah dari Rasulullah agar beliau menjadi penggantinya sebagai Khalifah?
Faham yang mengatakan bahwa Sayyidina Ali telah mendapat wasiat dan perintah Rasulullah agar beliau menjadi penggantinya sebagai Khalifah itu dapat berakibat orang akan mengatakan, bahwa ternyata Imam Ali tidak menjalankan wasiat dan perintah Rasulullah, tapi mau menerima (menjalankan) wasiat Khalifah Abu Bakar, agar Imam Ali dan sahabat lainnya membai'at Sayyidina Umar sebagai Khalifah atas dasar wasiat Khalifah Abu Bakar. Seterusnya Imam Ali akan dikatakan menolak (tidak menjalankan) wasiat Rasulullah, tapi mau menerima (menjalankan) wasiat Khalifah Umar, agar ia menjadi calon Khalifah yang akan dipilih bersama lima orang lainnya.
Itulah sebabnya cerita wasiat versi Syiah tersebut tidak dapat diterima oleh golongan Ahlussunnah wal jamaah, karena Ahlussunnah Waljamaah berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya.
Diantara kata-kata Imam Ali yang menguatkan keyakinan Ahlussunnah Waljamaah tersebut adalah :
“Semua wasiat Rasulullah kepadaku telah aku laksanakan semuanya”.
Yang dimaksud dengan kata wasiat disini adalah, bahwa Imam Ali telah ditunjuk (diwasiati) oleh Rasulullah untuk memandikan dan mengurusi pemakaman beliau, serta mengurus apabila ada utang piutang beliau. Hal mana karena Imam Ali adalah orang yang terdekat dengan kekeluargaan Rasulullah SAW.
Dalam kitab-kitab sejarah diceritakan :
“Ketika Sayyidina Ali akan meninggal, setelah dia dipukul dengan pedang oleh Abdurrahman bin Muljam (seorang Syiah), beberapa pengikutnya datang kepadanya dengan maksud agar Imam Ali mengangkat putranya yang bernama Hasan sebagai penggantinya”.
Mendengar perintah tersebut, Imam Ali menjawab :
لا ﺁمركم ولا انهاكم ، اترككم كما ترككم رسول الله. ( رواه احمد )
“ Saya tidak akan memerintahkan atau melarang kalian. Tapi saya akan meninggalkan kalian, sebagaimana Rasulullah meninggalkan kalian”.
Kata-kata Imam Ali diatas sebagai bukti, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mengangkat atau menunjuk seseorang sebagai penggantinya.
Kemudian setelah Imam Ali wafat, masyarakat mengikuti perintahnya, yaitu bermusyawarah dan hasilnya mereka mengangkat Imam Hasan sebagai penggantinya.
Kata-kata Imam Ali diatas sangat bertentangan dengan ajaran Syiah, yang mengatakan bahwa Rasulullah telah memerintahkan agar pengganti Imam Ali adalah Imam Hasan. Karena apabila ajaran Syiah tersebut benar, pasti Imam Ali saat itu tanpa diminta langsung mengangkat Imam hasan sebagai penggantinya.
Disamping itu, jawaban Imam Ali tersebut sangat jelas memberitahukan pada kita, bahwa beliau tidak menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Alasan beliau karena mengikuti jejak Rasulullah, dimana Rasulullah tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya.
Adapun mengenai pengakuan Ahlussunnah Waljamaah akan kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar dan Sayyidina Ustman, maka pengakuan mereka tersebut sesuai dengan pengakuan dan bai'at Imam Ali pada mereka. Apapun alasan Imam Ali, tetapi kenyataannya beliau membai’at mereka.
Sedang tuduhan golongan Syiah yang mengatakan : Bahwa Imam Ali membai’at mereka itu dengan bertaqiyah (berdusta), maka tuduhan tersebut membuktikan ketidakhormatan mereka kepada Imam Ali dan sekaligus membuktikan bahwa mereka itu tidak mencintai Ahlul Bait. Karena apabila mereka itu mencintai Imam Ali pasti mereka akan mengikuti Imam Ali dalam membai’at para Khulafaur Rosyidin dan tidak akan menuduh Imam Ali semacam itu
.
Apa yang dimaksud dengan hadits :
من كنت مولاه فعلى مولاه
“ Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”.
Adapun yang dimaksud dari hadits : “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”,
maka dalam kitab-kitab sejarah yang ditulis oleh ulama-ulama Ahlussunnah diterangkan sebagai berikut :
Pada tahun 10 H, Rasulullah beserta para sahabat berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan haji tersebut kemudian dikenal dengan haji Wada’.
Bertepatan dengan itu, rombongan Muslimin yang dikirim oleh Rasulullah ke Yaman sudah meninggalkan Yaman, mereka menuju Mekkah, untuk bergabung dengan Rasulullah. Rombongan tersebut dipimpin oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
Begitu rombongan sudah mendekati tempat dimana Rasulullah berada, maka Imam Ali segera meninggalkan rombongannya guna bertemu dan melapor kepada Rasulullah SAW, dan sebagai wakilnya adalah sahabat Buraidah.
Sepeninggal Imam Ali, Buraidah membagi-bagikan pakaian hasil rampasan yang masih tersimpan dalam tempatnya, dengan maksud agar rombongan jika masuk kota (bertemu dengan yang lain) kelihatan rapi dan baik.
Namun begitu Imam Ali kembali menghampiri rombongannya beliau terkejut dan marah, serta memerintahkan agar pakaian-pakaian tersebut dilepaskan dan dikembalikan ke tempatnya. Hal mana karena Imam Ali berpendapat, bahwa yang berhak membagi adalah Rasulullah SAW.
Tindakan Imam Ali tersebut membuat anak buahnya kecewa dan terjadilah perselisihan pendapat.
Selanjutnya begitu rombongan sudah sampai ditempat Rasulullah, Buraidah segera menghadap Rasulullah dan menceritakan mengenai kejadian yang dialaminya bersama rombongan dari tindakan Imam Ali. Bahkan dari kesalnya, saat itu Buraidah sampai menjelek-jelekkan Imam Ali di depan Rasulullah SAW.
Mendengar laporan tersebut, Rasulullah agak berubah wajahnya, karena beliau tahu bahwa tindakan Imam Ali tersebut benar.
Kemudian Rasulullah bersabda kepada Buraidah sebagai berikut :
يا بريدة ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم.
“ Hai Buraidah, apakah saya tidak lebih utama untuk diikuti dan dicintai oleh
Mukminin daripada diri mereka sendiri”
Maka Buraidah menjawab :
بلى يارسول الله
“ Benar Yaa Rasulullah”.
Kemudian Rasulullah bersabda :
لا ﺁمن كنت مولاه فعلى مولاه
لا ﺁرواه الترمذى والحاكم )
“ Barangsiapa menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka terimalah Ali sebagai pemimpin”.
Yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah, apabila Muslimin menganggap Rasulullah sebagai pemimpin mereka, maka Imam Ali harus diterima sebagai pemimpin, sebab yang mengangkat Imam Ali sebagai pemimpin rombongan ke Yaman itu Rasulullah SAW. Karena itu dia harus dicintai dan dibantu serta dipatuhi semua perintahnya.
Demikian maksud dari hadits :“Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”. Sebagaimana yang tertera dalam kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah (baca kitab Al Bidayatul Hidayah oleh Ibnu Katsir).
Selanjutnya, oleh karena perselisihan tersebut, tidak hanya terjadi antara Imam Ali dengan Buraidah saja, tapi dengan seluruh rombonganya, dimana orang-orang tersebut menjelek-jelekkan Imam Ali dengan kata-kata tidak baik, yang berakibat dapat menjatuhkan nama baik Imam Ali, bahkan perselisihan tersebut didengar oleh orang-orang yang tidak ikut dalam rombongan ke Yaman itu, maka setelah Rasulullah selesai melaksanakan ibadah haji, disaat Rasulullah dan Muslimin sampai di satu tempat yang bernama Ghodir Khum, Rasulullah berkhotbah, dimana diantaranya beliau mengulangi lagi kata-kata yang telah disampaikan kepada Buraidah tersebut, yaitu “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”
Itulah sebabnya hadits tersebut dikenal sebagai hadits Ghodir Khum. Karena waktu disampaikan di Ghodir Khum itu, disaksikan oleh ribuan sahabat.
Jadi sekali lagi, bahwa hadits : “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”.Itu tidak ada hubungannya dengan penunjukan Imam Ali sebagai Khalifah sesudah Rasulullah wafat. Tapi sebagai pemimpin rombongan ke Yaman yang harus dicintai dan ditaati semua perintahnya.
Sebenarnya apabila hadits tersebut akan diartikan sebagaimana orang-orang Syiah mengartikan hadits tersebut, yaitu dianggap sebagai pengangkatan Imam Ali sebagai Khalifah, maka faham yang demikian itu akan membawa konsekuensi dan resiko yang sangat besar. Sebab sangsi bagi orang-orang yang menolak atau meninggalkan nash Rasulullah, apalagi menghianati Rasulullah adalah kafir.
Dengan demikian, Sayyidina Abu Bakar akan dihukum kafir karena melanggar dan meninggalkan nash Rasulullah, demikian pula para sahabat yang membai’at Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar dan Khalifah Ustman mereka juga akan dihukum kafir, sebab tidak melaksanakan dan melanggar nash Rasulullah. Bahkan Imam Ali sendiri akan terkena sangsi kufur tersebut, sebab dia melanggar dan menolak bahkan menghianati nash Rasulullah tersebut.
Itulah resiko dan konsekuensi bila hadits “Man Kuntu Maulahu Fa Aliyyun Maulahu”, diartikan sebagai penunjukan Imam Ali sebagai Khalifah pengganti Rasulullah SAW.
Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari aqidah Syiah yang sesat dan menyesatkan. Amin.
Naudzu billah min tilka Al aqoid Al Fasidah.